BAB II. Dasar Dasar Perilaku Individu

BAB II

PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Dasar Perilaku Individu
Perilaku adalah respon individu terhadap stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai tujuan baik disadari ataupun tidak.
Individu berasal dari kata individiuum, yang artinya tak terbagi. Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya.
Makna manusia menjadi individu apabila pola tingkah lakunya hampir identik dengan tingkah laku massa yang bersangkutan. Proses yang meningkatkan ciri-ciri individualitas pada seseorang sampai pada dirinya sendiri disebut proses individualitas atau aktualisasi diri. Individu dibebani berbagai peranan yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup, maka muncul struktur masyarakat yang akan menentukan kemantapan masyarakat. Konflik mungkin terjadi karena pola tingkah laku spesifik dirinya bertentangan dengan peranan yang dituntut oleh masyarakat disekitarnya.
Perilaku manusia sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perilaku itu sendiri adalah suatu fungsi dari interaksi antara seorang individu dengan lingkungannya. Dilihat dari sifatnya, perbedaan perilaku manusia itu disebabkan karena kemampuan, kebutuhan, cara berpikir untuk menentukan pilihan perilaku, pengalaman, dan reaksi affektifnya berbeda satu sama lain.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diartikan bahwa dasar perilaku individu merupakan bakat atau pembawaan dari respon seseorang terhadap stimulus (rangsangan) yang berasal dari lingkungannya.



2.2 Konsep Diri Individu
Diri adalah inti dari keberadaan seseorang dengan sadar. Kewaspadaan diri diartikan sebagai konsep diri seseorang. Sosiolog Victor Gecas mendefinisikan konsep diri (self concept) sebagai “konsep yang dimiliki oleh individu atas dirinya sendiri sebagai suatu mahluk fisik, sosial, dan spiritual atau moral. Dengan kata lain, suatu konsep diri tidak akan mungkin ada tanpa kapasitas untuk berpikir.
Menurut pendapat George Herbert Mead, diri manusia berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Tahap-tahap pengembangan diri (self) manusia, yaitu :
1.      Tahap Persiapan (Prepatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri
2.      Tahap meniru (Play Stage)
Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri, siapa nama orang tuanya, kakaknya, dsb. Dengan kata lain, sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap nilai dan norma
3.      Tahap Siap Bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah
4.      Tahap Penerimaan Norma Kolektif  (Generalized Stage)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat secara luas.

     Model konseptual untuk mempelajari perbedaan individu dalam Perilaku Organisasi :
a.       Self Esteem (penghargaan diri)
Adalah suatu keyakinan nilai dari diri sendiri berdasarkan evaluasi diri secara keseluruhan. Self Esteem diukur dengan menanyakan kepada para responden dengan melakukan survei untuk menentukan kesepakatan atau ketidaksepakatan dengan pernyataan positif maupun negatif. Pernyataan positif, misal saya merasa bahwa saya adalah seseorang yang berarti seperti yang lainnya. Pernyataan negatif, misal saya merasa tidak memiliki banyak hal untuk dibanggakan.
b.      Self Efficacy (kemanjuran diri)
Adalah keyakinan seseorang mengenai peluangnya untuk berhasil mencapai tugas tertentu. Self Efficacy muncul secara lambat laun melalui pengalaman, kemampuan-kemampuan kognitif, sosial, bahasa atau fisik yang rumit. Pengalaman masa kanak-kanak memiliki dampak yang kuat pada self efficacy.
c.       Self Monitoring (pemantauan diri)
Adalah lingkup dimana seseorang mengamati perilaku ekspresifnya dan menyesuaikannya dengan situasi. Para ahli dalam bidang ini menjelaskan individu-individu yang memiliki self monitoring tinggi mengatur penampilan diri mereka yang ekspresif untuk penampilan publik yang diinginkan. Para individu yang rendah self monitoringnya, dianggap kurang mampu atau tidak termotivasi untuk mengatur penampilan ekspresif diri mereka sendiri. Oleh karena itu, perilaku ekspresif mereka dianggap secara fungsional mencerminkan keadaan dalam diri mereka sendiri yang berjalan lama dan sejenak termasuk sikap, ciri, dan perasaan mereka.



2.3 Unsur-unsur Pembentuk Perilaku
     Konsep Perubahan Perilaku dan Determinannya
Skinner, mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon). Secara operasional perilaku diartikan sebagai suatu respon seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek.
Menurut Bloom, membagi perilaku manusia kedalam 3 domain (ranah) yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Ketiga ranah tersebut diukur melalui :  pengetahuan (knowledge), sikap/tanggapan (attitude), dan praktek (practical).
          1.          Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Menurut Rogers bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :
a.       Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus
b.      Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut
c.       Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya
d.      Trial, subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus
e.       Adaption, subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus

      Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu:
a.       Tahu (know) artinya mengingat kembali suatu materi (Recall) yang telah dipelajari
b.      Memahami (comprehension) artinya kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui
c.       Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya
d.       Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen yang masih dalam suatu struktur organisasi
e.       Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada
f.       Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur.

2.        Sikap
Menurut Likert (Azwar, 1995) sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan seseorang terhadap satu objek perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable).
Menurut Notoatmodjo orang mau menerima dan memperhatikan tingkatan, antara lain:
a.       Menerima artinya orang mau menerima dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek
b.      Merespon artinya memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas adalah suatu indikasi dari sikap
c.       Menghargai artinya mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain suatu masalah
d.      Bertanggung jawab adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.
Pengukuran sikap dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek (sangat setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju)
3.        Praktek atau tindakan
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan dukungan (support).
      Praktek meliputi beberapa tingkat, antara lain:
a.       Persepsi adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil
b.      Respon terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar
c.       Mekanisme yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis dan sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.


2.4 Mekanisme Pembentukan Perilaku
A.    Pandangan Behavioristik
Behaviorisme memandang bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dengan mengkondisikan atau menciptakan stimulus-stimulus (rangsangan) tertentu dalam lingkungan, karena stimulus datang dari lingkungan (world) dan respon juga ditujukan kepadanya, maka mekanisme terjadi.
Yang dimaksud dengan lingkungan (world) di sini dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu :
1.      Lingkungan objektif (umgebung = segala sesuatu yang ada di sekitar individu dan secara potensial dapat melahirkan S).
2.      Lingkungan efektif (umwelt = segala sesuatu yang aktual merangsang organisme karena sesuai dengan pribadinya sehingga menimbulkan kesadaran tertentu pada diri organisme dan ia meresponsnya)
Perilaku yang berlangsung seperti dilukiskan dalam bagan di atas biasa disebut dengan perilaku spontan.
à    Contoh :
Seorang mahasiswa sedang mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan di ruangan kelas yang terasa panas, secara spontan mahasiswa tersebut mengipas-ngipaskan buku untuk meredam kegerahannya.
Ruangan kelas yang panas merupakan lingkungan dan menjadi stimulus bagi mahasiswa tersebut, secara spontan mengipaskan-ngipaskan buku merupakan respons yang dilakukan mahasiswa. Merasakan ruangan tidak terasa gerah setelah mengipas-ngipaskan buku.
Sedangkan perilaku sadar dapat digambarkan sebagai berikut:
à    Contoh :
Ketika sedang mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan di ruangan kelas yang terasa agak gelap karena waktu sudah sore hari ditambah cuaca mendung, ada seorang mahasiswa yang sadar kemudian dia berjalan ke depan dan meminta ijin kepada dosen untuk menyalakan lampu neon yang ada di ruangan kelas, sehingga di kelas terasa terang dan mahasiswa lebih nyaman dalam mengikuti perkuliahan.
Ruangan kelas yang gelap, waktu sore hari, dan cuaca mendung merupakan lingkungan, ada mahasiswa yang sadar akan keadaan di sekelilingnya, meski di ruangan kelas terdapat banyak mahasiswa namun mereka mungkin tidak menyadari terhadap keadaan sekelilingnya berjalan ke depan, meminta ijin ke dosen, dan menyalakan lampu merupakan respons yang dilakukan oleh mahasiswa yang sadar tersebut, suasana kelas menjadi terang dan mahasiswa menjadi lebih nyaman dalam mengikuti perkuliahan merupakan lingkungan (W).

B.     Pandangan humanistic
Menurut pandangan ini perilaku merupakan siklus dari dorongan timbul, aktivitas dilakukan, tujuan dihayati, dan kebutuhanterpenuhi atau rasa puas.
Sebenarnya, masih ada dua unsur penting lainnya dalam diri setiap individu yang mempengaruhi efektivitas mekanisme proses perilaku yaitu receptors (panca indera sebagai alat penerima stimulus) dan effectors (syaraf, otot dan sebagainya yang merupakan pelaksana gerak).
Dengan mengambil contoh perilaku sadar tadi, mahasiswa yang sadar (Ow) mungkin merasakan penglihatannya (receptor) menjadi tidak jelas, sehingga tulisan dosen di papan tulis tidak terbaca dengan baik. Menggerakkan kaki menuju ke depan, mengucapkan minta izin kepada dosen, tangan menekan saklar lampu merupakan effector.

     Mekanisme Pembentukan Perilaku Menurut Aliran Holistik (Humanisme)
Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu perilaku, meskipun tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan. Holistik atau humanisme menjelaskan mekanisme perilaku individu dalam konteks what (apa), how(bagaimana), dan why (mengapa). What (apa) menunjukkan kepada tujuan (goals/incentives/purpose) apa yang hendak dicapai dengan perilaku itu. How (bagaimana) menunjukkan kepada jenis dan bentuk cara mencapai tujuan (goals/incentives/pupose), yakni perilakunya itu sendiri. Sedangkanwhy (mengapa) menunjukkan kepada motivasi yang menggerakan terjadinya dan berlangsungnya perilaku (how), baik bersumber dari diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun yang bersumber dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Perilaku individu diawali dari adanya kebutuhan. Setiap individu, demi mempertahankan kelangsungan dan meningkatkan kualitas hidupnya, akan merasakan adanya kekurangan-kekurangan atau kebutuhan-kebutuhan tertentu dalam dirinya.
Dalam hal ini, Maslow mengungkapkan jenis-jenis kebutuhan individu secara hierarkis, yaitu:
1.      kebutuhan fisiologikal, seperti : sandang, pangan dan papan
2.      kebutuhan keamanan, tidak dalam arti fisik, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual
3.      kebutuhan kasih sayang atau penerimaan
4.      kebutuhan prestise atau harga diri, yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status
5.      kebutuhan aktualisasi diri.
Sementara itu, Stranger menyebutkan empat jenis kebutuhan individu, yaitu:
1.      Kebutuhan berprestasi (need for achievement), yaitu kebutuhan untuk berkompetisi, baik dengan dirinya atau dengan orang lain dalam mencapai prestasi yang tertinggi
2.      Kebutuhan berkuasa (need for power), yaitu kebutuhan untuk mencari dan memiliki kekuasaan dan pengaruh terhadap orang lain
3.      Kebutuhan untuk membentuk ikatan (need for affiliation), yaitu kebutuhan untuk mengikat diri dalam kelompok, membentuk keluarga, organisasi ataupun persahabatan
4.      Kebutuhan takut akan kegagalan (need for fear of failure), yaitu kebutuhan untuk menghindar diri dari kegagalan atau sesuatu yang menghambat perkembangannya.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut selanjutnya menjadi dorongan (motivasi) yang merupakan kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu aktivitas, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Jika kebutuhan yang serupa muncul kembali maka pola mekanisme perilaku itu akan dilakukan pengulangan (sterotype behavior), sehingga membentuk suatu siklus.
      Berkaitan dengan motif individu, untuk keperluan studi psikologis, motif individu dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu :
1.      Motif primer (basic motive dan emergency motive); menunjukkan kepada motif yang tidak pelajari, dikenal dengan istilah drive, seperti: dorongan untuk makan, minum, melarikan diri, menyerang, menyelamatkan diri dan sejenisnya
2.      Motif sekunder; menunjukkan kepada motif yang berkembang dalam individu karena pengalaman dan dipelajari, seperti: takut yang dipelajari, motif-motif sosial (ingin diterima, konformitas dan sebagainya), motif-motif obyektif dan interest (eksplorasi, manipulasi. minat), maksud dan aspirasi serta motif berprestasi.
Untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari indikator-indikatornya, yaitu : (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Dalam diri individu akan didapati sekian banyak motif yang mengarah kepada tujuan tertentu. Dengan beragamnya motif yang terdapat dalam individu, adakalanya individu harus berhadapan dengan motif yang saling bertentangan atau biasa disebut konflik.


      Bentuk-bentuk konflik tersebut diantaranya adalah :
1.      Approach-approach conflict; jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih dan semua alternatif motif sama-sama kuat, dikehendaki serta bersifat positif
2.      Avoidance-avoidance conflict; jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih dan semua alternatif motif sama-sama kuat namun tidak dikehendaki dan bersifat negatif
3.      Approach-avoidance conflict; jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih, yang satu positif dan dikehendaki dan yang lainnya motif negatif serta tidak dikehendaki namun sama kuatnya.
Jika seorang individu dihadapkan pada bentuk-bentuk motif seperti dikemukakan di atas tentunya dia akan mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan dan sangat mungkin menjadi perang batin yang berkepanjangan.
Dalam pandangan holistik, disebutkan bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam dirinya, setiap aktivitas yang dilakukan individu akan mengarah pada tujuan tertentu. Dalam hal ini, terdapat dua kemungkinan, tercapai atau tidak tercapai tujuan tersebut. Jika tercapai tentunya individu merasa puas dan memperoleh keseimbangan diri (homeostatis). Namun sebaliknya, jika tujuan tersebut tidak tercapai dan kebutuhannya tidak terpenuhi maka dia akan kecewa atau dalam psikologi disebut frustrasi. Reaksi individu terhadap frustrasi akan beragam bentuk perilakunya, bergantung kepada akal sehatnya (reasoning, inteligensi). Jika akal sehatnya berani menghadapi kenyataan maka dia akan lebih dapat menyesuaikan diri secara sehat dan rasional (well adjustment). Namun, jika akal sehatnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya, perilakunya lebih dikendalikan oleh sifat emosionalnya, maka dia akan mengalami penyesuaian diri yang keliru (maladjusment).
      Bentuk perilaku salah suai (maldjustment), diantaranya :
1).          Agresi marah
2).          Kecemasan tak berdaya
3).          Regresi (kemunduran perilaku)
4).          Fiksasi
5).          Represi (menekan perasaan)
6).          Rasionalisasi (mencari alasan)
7).          Proyeksi (melemparkan kesalahan kepada lingkungan)
8).          Sublimasi (menyalurkan hasrat dorongan pada obyek yang sejenis)
9).          Kompensasi (menutupi kegagalan atau kelemahan dengan sukses di bidang lain)
10).      Berfantasi dalam angan-angannya, seakan-akan ia dapat mencapai tujuan yang didambakannya).
Di sinilah peran guru untuk sedapat mungkin membantu para peserta didiknya agar terhindar dari konflik yang berkepanjangan dan rasa frustasi yang dapat menimbulkan perilaku salah-suai. Sekaligus juga dapat memberikan bimbingan untuk mengatasinya apabila peserta didik mengalami konflik yang berkepanjangan dan frustrasi.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dikemukakan contoh terbentuknya perilaku berdasarkan pendekatan holistik.
à    Contoh :
Ketika mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan yang merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diikuti para mahasiswa, sejak awal Arjuna sudah menyadari bahwa dia kekurangan pengetahuan, sikap dan keterampilannya dalam bidang Psikologi Pendidikan sehingga dia menyadari Psikologi Pendidikan merupakan kebutuhan bagi dirinya (need felt) dalam rangka mencapai tujuan-tujuannya (goals/incentives).
Untuk tujuan jangka pendeknya, dengan berbekal kesadaran diri bahwa dia memiliki potensi dalam bidang psikologi pendidikan, dia berharap dapat memperoleh kemampuan baru berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan psikologi pendidikan, yang diperolehnya dari setiap pertemuan tatap muka dengan dosen.
Tujuan jangka menengah, pada akhir semester dia berharap lulus mata kuliah Psikologi Pendidikan dengan mendapatkan nilai A (kebutuhan harga diri). Selain itu, nanti pada saat mengikuti Program Praktek Lapangan (PPL), dia berharap dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai untuk jangka panjang, dia benar-benar berharap dapat menjadi guru yang efektif dan kompeten.
Keinginan dan tujuan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam bidang psikologi pendidikan, memperoleh kesuksesan belajar dengan mendapatkan nilai A, memperoleh kesuksesan dalam mengikuti Program Praktek Lapangan (PPL), keinginan menjadi guru yang efektif dan kompeten kemudian berkembang menjadi dorongan yang kuat dalam dirinya (motivasi intrinsik).
Berkat aktivitas dan kesungguhannya dalam mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan, dia memperoleh pengetahuan yang luas, sikap yang positif dan memiliki keterampilan yang bisa dibanggakan dalam menerapkan prinsip-prinsip psikologi. Pada akhir semester, dia memperoleh nilai terbaik di kelasnya, pada saat PPL dia termasuk mahasiswa praktikan yang disukai oleh peserta didiknya, bahkan kepala sekolahnya meminta dia untuk menjadi guru di sekolah menjadi tempat prakteknya.
Setelah dia selesai kuliah dia menjadi guru di sebuah sekolah, para peserta didik sangat menyenangi dia karena dia sangat dekat dan akrab dengan peserta didiknya. Begitu juga, rekan-rekan seprofesinya sangat hormat dan kagum atas kinerjanya sebagai guru. Pada saat mengikuti lomba pemilihan guru berprestasi tingkat kabupaten, dia berhasil meraih sebagai juara pertama. Dia sangat mensyukuri atas segala keberhasilannya, baik ketika selama menjadi mahasiswa maupun setelah menjadi guru (homeostatis). Bagi dirinya, Perkuliahan Psikologi Pendidikan telah mendasari dia menjadi seorang yang sukses.

      Ada lima jenis perilaku individu, yaitu :
1).    Perilaku sadar, perilaku yang melalui kerja otak dan  pusat susunan syaraf
2).    Perilaku tak sadar, perilaku yang spontan  atau instingtif
3).    Perilaku  tampak dan tidak tampak
4).    Perilaku sederhana dan kompleks
5).    Perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor.


2.5 Pendekatan untuk Memahami Perilaku
Pendekatan yang sering dipergunakan untuk memahami perilaku manusia adalah pendekatan kognitif, reinforcement, dan psikoanalistis. Berikut penjelasan ketiga pendekatan tersebut dilihat dari :
1.      Penekanan
      Pendekatan kognitif menekankan mental internal, seperti berpikir dan menimbang. Penafsiran individu tentang lingkungan dipertimbangkan lebih penting dari lingkungan itu sendiri
      Pendekatan penguatan (reinforcement) menekankan pada peranan lingkungan dalam perilaku manusia. Lingkungan dipandang sebagai sebagai suatu sumber  yang dapat menghasilkan dan memperkuat respon perilaku
      Pendekatan psikoanalistis menekankan peranan sistem personalitas di dalam menentukan suatu perilaku. Lingkungan dipertimbangkan hanya sebagai ego yang berinteraksi dengannya untuk memuaskan keinginannya.

2.      Penyebab Timbulnya Perilaku
      Pendekatan kognitif, perilaku dikatakan timbul dari ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian pada struktur kognitif, yang dapat dihasilkan dari persepsi tentang lingkungan
      Pendekatan penguat (reinforcement), menyatakan bahwa perilaku itu ditentukan oleh lingkungan baik sebelum terjadinya perilaku maupun sebagai hasil dari perilaku
      Pendekatan psikoanalistis, perilaku itu ditimbulkan oleh ketegangan (tension) yang dihasilkan oleh tidak tercapainya keinginan.

3.      Proses
      Pendekatan kognitif, menyatakan bahwa kognisi (pengetahuan dan pengalaman) adalah proses mental yang saling menyempurnakan dengan struktur kognisi yang ada. Dan akibat ketidaksesuaian dalam struktur menghasilkan perilaku yang dapat mengurangi ketidaksesuaian tersebut
      Pendekatan penguatan (reinforcement), lingkungan yang bereaksi dalam diri individu mengundang respon yang ditentukan oleh sejarah. Sifat dari reaksi lingkungan pada respon tersebut menentukan kecenderungan perilaku masa mendatang
      Pendekatan psikoanalistis, keinginan dan harapan dihasilkan dalam Id kemudian diproses oleh ego di bawah pengamatan superego.

4.      Kepentingan masa lalu dalam menentukan perilaku
      Pendekatan kognitif, tidak memperhitungkan masa lalu. Pengalaman masa lalu hanya menentukan pada struktur kognitif, dan perilaku adalah suatu fungsi dari pernyataan masa sekarang dari sistem kognitif seseorang tanpa memperhatikan proses masuknya dalam sistem
      Pendekatan penguatan (reinforcement), bersifat historic. Suatu respon seseorang terhadap stimulus tertentu adalah menjadi suatu fungsi dari sejarah lingkungannya
      Pendekatan psikoanalistis, masa lalu seseorang dapat menjadikan suatu penentu yang relatif penting bagi perilakunya. Kekuatan yang relatif dari Id, ego, superego ditentukan oleh interaksi dari pengembangannya di masa lalu.
5.      Tingkat dari kesadaran
      Pendekatan kognitif, memang ada aneka ragam tingkatan kesadaran, tetapi dalam kegiatan mental yang sadar, seperti berpikir, mengetahui, dan memahami dipertimbangkan sangat penting
      Pendekatan penguatan (reinforcement), tidak ada perbedaan antara sadar atau tidak. Biasanya aktivitas mental dipertimbangkan menjadi aktivitas lain dari perilaku dan tidak dihubungkan dengan kasus kekuasaan apapun. Aktivitas mental seperti berpikir dan berperasaan dapat saja diikuti dengan perilaku yang terbuka, tetapi bukan berarti berpikir dan berperasaan dapat menyebabkan terjadinya perilaku terbuka
      Pendekatan psikoanalistis, hampir sebagian besar aktivitas mental adalah tidak sadar. Aktivitas tidak sadar dari Id dan superego secara luas menentukan perilaku.
6.      Data
      Pendekatan kognitif, data atas sikap, nilai, pengertian, dan pengharapan pada dasarnya dikumpulkan lewat survey dan kuestioner
      Pendekatan penguatan (reinforcement), mengukur lingkungan dan respon materi atau fisik yang dapat diamati, lewat observasi langsung atau dengan pertolongan sarana teknologi
      Pendekatan psikoanalistis, menggunakan data ekspresi dari keinginan, harapan, dan bukti penekanan dan bloking dari keinginan tersebut lewat analisa mimpi, asosiasi bebas, teknik proyektif, dan hipnotis.








2.6 Variabel Perilaku Individu
     Menurut Gibson, kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi, dan demografis :
1.      Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu
2.      Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung
3.      Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya,dan variabel demografis.
4.      Kelompok variabel organisasi, terdiri dari variabel sumber daya kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.
     Menurut Kopelman, variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu.
     Menurut Adam Ibrahim, perilaku individu dalam organisasi berusaha mengerti tentang kepribadian, persepsi, proses belajar, motivasi.
     Menurut Stephen Robbins ada empat variabel tingkat individu :
1.      Karakteristik Biografis
Perbedaan karakteristik biografis (karakteristik pribadi yang objektif, misalnya usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyak tanggungan, masa kerja)  pada diri individual sering dikaitkan dengan kinerja seseorang dalam organisasi. Banyak yang meyakini bahwa ada hubungan-hubungan yang berkaitan, misalnya tingkat kepuasan kerja, tingkat absensi, keinginan untuk maju, dsb.




      Berikut adalah karakteristik-karakteristik biografis dari seorang individu dilihat dari kinerja saat bekerja :
A.     Usia
Hubungan antara usia dan kinerja pekerjaan kemungkinan adalah isu yang semakin penting dalam dekade mendatang. Alasannya:
1.      Karena terdapat keyakinan meluas bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya usia
2.      Realitas bahwa angkatan kerja telah menua, misalnya pekerja usia 55 tahun dan yang lebih tua merupakan sektor yang berkembang paling cepat dari angkatan kerja dewasa ini
3.      Perundang-undangan
      Amerika yang baru-baru ini menyatakan bahwa dengan maksud dan tujuan apapun melarang perintah pensiun. Sebagian besar pekerja dewasa ini tidak langsung pensiun pada usia 70 tahun.

B.     Jenis Kelamin
Dari segi jenis kelamin, umumnya tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam hal kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosibilitas, produktivitas pekerjaan, kepuasan kerja atau kemampuan belajar. Namun, hasil studi menunjukkan bahwa wanita lebih bersedia mematuhi wewenang dibandingkan pria yang lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya dalam memiliki pengharapan untuk sukses, namun tetap saja perbedaannya kecil.

C.     Status Perkawinan
Tidak ada studi yang cukup banyak penelitian untuk menyimpulkan mengenai efek status perkawinan terhadap produktivitas. Namun riset secara konsisten menunjukkan bahwa karyawan yang akan menikah lebih sedikit absensinya, mempunyai tingkat pengunduran yang lebih rendah, dan lebih puas dengan pekerjaan daripada rekan sekerjanya yang bujangan. Pernikahan menuntut tanggung jawab lebih besar  yang mungkin membuat pekerjaan tetap lebih berharga dan penting. Sangat mungkin bahwa karyawan yang tekun dan puas berkemungkinan lebih besar untuk menikah.
Biasanya yang membuat ada perbedaan adalah karena posisi wanita sebagai ibu yang juga harus merawat anak-anaknya. Ini juga yang menimbulkan anggapan bahwa wanita lebih sering mangkir daripada pria. Jika anak-anak sakit tentulah ibu yang akan merawat dan menemani di rumah.

D.     Banyak Tanggungan
Sangat sedikit riset yang dilakukan mengenai hubungan antara banyaknya tanggungan yang dipunyai seorang karyawan dan absensi, pergantian, dan kepuasan kerja. Bukti yang kuat menyatakan bahwa anak yang dipunyai seorang karyawan mempunyai suatu hubungan yang positif antara banyaknya tanggungan dan kepuasan kerja.

E.      Masa Kerja
Riset yang menghubungkan masa kerja dengan keabsenan sangatlah tegas. Secara konsisten penelitian-penelitian menunjukkan bahwa tidak ada alasan karyawan yang lebih lama bekerja (senior) akan lebih produktif daripada junior. Masa kerja merupakan variabel penjelas tunggal yang paling penting dalam menjelaskan tingkat pengunduran diri karyawan.
Semakin lama orang berada dalam pekerjaan, semakin kecil kemungkinan untuk mengundurkan diri.

2.      Kemampuan
Merupakan kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
     Kemampuan keseluruhan dari seorang individu tersusun dari dua faktor :
1)      Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan mental, misalnya berpikir, menganalisis, memahami, yang mana dapat diukur dalam bentuk tes IQ. Setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda.
      Ada 7 dimensi yang membentuk kemampuan intelektual seseorang:
1.        kemahiran berhitung
2.        pemahaman verbal
3.        kecepatan perceptual
4.        penalaran induktif
5.        penalaran deduktif
6.        visualisasi ruang
7.        visualisasi ingatan
Tes semua dimensi di atas akan menjadi predictor yang tepat untuk  menilai kinerja seluruh karyawan.
2)      Kemampuan Fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan fisik lainnya. Kemampuan fisik ini tentu disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dijalankan.



      Ada 9 kemampuan fisik dasar yang porsinya dimiliki secara berbeda oleh tiap individu :
                                                                1.          kekuatan dinamis
                                                                2.          kekuatan tubuh
                                                                3.          kekuatan statis
                                                                4.          kekuatan
                                                                5.          keluwesan extent
                                                                6.          keluwesan dinamis
                                                                7.          koordinasi tubuh
                                                                8.          keseimbangan
                                                                9.          stamina

3.      Kepribadian
     Konsep dasar kepribadian
Istilah kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “personality”. Secara etimologis, kata personality berasal dari bahasa latin “persona” yang berarti topeng.
Menurut  Gordon W Allport “personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical system, that determines his unique adjusment to his environment”.
Menurut Stephen Robbin, kepribadian merupakan cara individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Kepribadian terbentuk dari faktor keturunan, juga lingkungan (budaya, norma, keluarga, dan pengaruh lainnya) dan juga situasi. Sekaligus kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan tingkah laku sosial tertentu, baik berupa perasaan, berpikir, bersikap, dan berkehendak, maupun perbuatan.
     Faktor yang mempengaruhi kepribadian adalah pembawaan dan pengalaman (umum dan khusus).


     Ciri dari kepribadian :
Karakteristik yang bertahan, yang membedakan perilaku seorang individu, seperti sifat malu, agresif, mengalah, malas, ambisius, setia.
Menurut Nimran, kepribadian sebagai pengorganisasian yang dinamis dari sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Dia menambahkan bahwa kepribadian sebagai keseluruhan cara bagaimana individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Semakin konsisten karakteristik, seperti pemalu, agresif, malas, jujur, dsb muncul di saat merespon lingkungan, hal itu menunjukkan faktor keturunan atau pembawaan merupakan faktor yang penting dalam membentuk kepribadian seseorang.
     Teori tentang kepribadian yang layak dipahami :
1.      Teori psikoanalisis
Sigmun Freud, pencetus teori ini, mengemukakan bahwa kepribadian memiliki tiga komponen, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah komponen dasar dan berkembang ketika masih kanak-kanak, bahkan bisa sampai tua sekalipun. Orang yang memperturutkan elemen kepribadian id ini akan terus mengumbar hawa nafsunya, karena id merupakan elemen kepribadian yang berkenaan dengan kata hati, hasrat, dan keinginan untuk mengejar kesenangan dan kepuasan. Superego merupakan elemen kepribadian yang tumbuh dan berkembang, naik turun selama manusia hidup. Superego merupakan gudang nilai, norma, dan etika yang dianut seseorang. Ego merupakan elemen kepribadian yang bersifat sebagai penengah dari dua elemen sebelumnya, id dan superego.

2.      Teori pemenuhan
Carl Rogers mencetuskan fullfillment theory atau teori pemenuhan. Teori ini didasari suatu premis bahwa manusia hanya memiliki satu dasar kekuatan yang secara terus-menerus mendorongnya ke arah pemenuhan akan aktualisasi diri. Maslow juga mengemukakan teori pemenuhan kebutuhan. Menurutnya, kebutuhan manusia itu bertingkat, dimulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
      Ada lima tingkatan kebutuhan manusia :
                                                               1.Kebutuhan fisiologis, merupakan kebutuhan yang paling mendasar
                                                        2.Kebutuhan akan rasa aman, merupakan kebutuhan yang kedua, baik secara fisik maupun mental
                                                        3.Kebutuhan sosial, karena secara kodrati manusia merupakan mahluk sosial
                                                        
4.Kebutuhan akan rasa harga diri, setiap orang membutuhkan penghargaan, pengakuan, dan kepercayaan dari orang lain
                                                        5.Kebutuhan akan aktualisasi diri, setiap orang memiliki potensi diri yang ingin dikembangkan seoptimal mungkin.
Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa didalam hidupnya setiap manusia memiliki kebutuhan dari yang paling mendasar hingga aktualisasi diri sehingga manusia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhannya itu.

3.      Teori konsistensi
Menurut teori ini kepribadian manusia itu tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan dimana manusia itu hidup. Teori ini disebut teori konsistensi karena manusia selalu mempersepsikan setiap stimulus yang datang dari lingkungan kemudian mengembangkan sikap dan perilaku sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Salah satu teori konsistensi yang terkenal adalah teori disonansi kognitif yang berkaitan dengan pikiran, harapan, persepsi, sikap dan pendapat. Menurut teori ini, manusia memiliki keinginan untuk mempertahankan konsistensi sikap, pengalaman, dan perilakunya. 

     Atribut Kepribadian
Ada sejumlah atribut kepribadian yang perlu dicermati:
a.       Daerah pengendalian
Ada dua daerah pengendalian, yaitu kepribadian bersifat pengendalian internal yang merupakan kepribadian dimana seseorang percaya bahwa dialah yang mengendalikan apa yang terjadi pada dirinya. Serta kepribadian bersifat eksternal yang merupakan keyakinan seseorang bahwa apa yang terjadi pada dirinya ditentukan oleh lingkungan, seperti nasib dan keberuntungan.
b.      Paham otoritarian
Paham ini berkeyakinan bahwa ada perbedaan status dan kekuasaan pada orang-orang yang ada dalam organisasi. Sifat kepribadian otoritarian yang tinggi memiliki intelektual yang kaku, membedakan orang atau kedudukan dalam organisasi, mengeksploitasi orang yang memiliki status di bawahnya, suka curiga, dan menolak perubahan.
c.       Orientasi Prestasi
Mc Clelland, tentang kebutuhan untuk berprestasi, menyebutkan bahwa ada dua karakteristik sifat kepribadian seseorang yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi tinggi, yaitu:
                                                1.         Mereka secara pribadi ingin bertanggung jawab atas keberhasilan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan padanya
  2.         Mereka lebih senang dengan suatu tingkatan risiko.

     Tipe Kepribadian
Meskipun kepribadian itu unik tetapi ada beberapa ahli yang berusaha menggolongkan kepribadian, misalnya Hipocrates dan Gelanus yang membagi tipologi kepribadian menjadi 4 tipe yaitu :
1)      Kholeris
2)      Melankolis
3)      plegmatis, dan
4)      sanguinis.
Kretschmer meninjau tipologi kepribadian berdasarkan segi konstitusi dan temparament. Berdasarkan konstitusi jasmani manusia digolongkan menjadi tipe piknis, leptosom, atletis dan displatis. Sedangkan berdasarkan temperamen kejiwaan manusia digolongkan menajdi schizophrenia dan depresif.
Berdasarkan orientasi nilai, Spranger mengemukakan 6 tipologi manusia yaitu, teoritik, ekonomi, estetis, agama, moral, dan kekuasaan.
Pengukuran kepribadian dapat ditempuh dengan cara observasi, inventory dan teknik proyektif.
     Jenis dan Teori Kepribadian
Dua diantara pendekatan paling tua untuk mendeskripsikan kepribadian melibatkan penggolongan orang-orang kedalam satu angka terbatas dengan jenis berbeda dan menskalakan derajat kemana mereka dapat dideskripsikan oleh ciri berbeda. Di sana, sepertinya ada kecenderungan alami untuk orang-orang tempatkan mereka sendiri dan perilakunya orang lain kedalam kategori berbeda. Untuk menguji teori formal, para ahli jiwa telah mengembangkan perbedaan ini berdasarkan jenis dan ciri. Banyak orang-orang gemar mempergunakan jenis kepribadian pada kehidupan sehari-hari, karena mereka menolong menyederhanakan proses kompleks dari pemahaman orang lain.
Salah satu jenis paling awal teori dimulai pada abad kelima oleh Hippocrates, ahli pengobatan Yunani yang memberikan perobatan sumpah Hippocratic. Dia membuat teori bahwa tubuh yang kandung empat zalir dasar atau senangkan hati, masing-masing berhubungan dengan satu perangai tertentu, satu pola emosi dan perilaku.
Pada abad detik A.D, satu ahli pengobatan Yunani, Galen kepribadian perorangan itu bergantung pada humor yang adalah utama pada tubuhnya. Galen memasangkan Hippociates s humor tubuh dengan perangai kepribadian sesuai dengan perancangan berikut :
      Darah. Perangai riang penuh harapan       : gembira dan aktif
      Dahak. Perangai bersikap dingin              : bersikap masa bodoh dan melempem
      Empedu hitam. Perangai melankolis         : sedih dan pengepungan
      Empedu kuning. Perangai lekas marah     :yang dapat menimbulkan sakit dan yang dapat dirangsang.
Teori yang diajukan Galen diyakini untuk centuries, taiki melalui Zaman Pertengahan, walau ini belum menghambat ke penelitian dengan cermat modern.
Di waktu modern, William Sheldon mengemukakan satu teori bentuk badan terkait dengan perangai. Dia menugaskan orang-orang ketiga kategori berlandaskan bangun tubuh mereka : endomorphic (lemak, lunak, ronde), mesomorphic (berotot, segi-empat, kuat) atau ectomorphic (encerkan, lama, rapuh).
Berdasarkan bangun tubuh tersebut, Sheldon meyakini bahwa Endomorps adalah disantaikan, suka makan, dan ramah. Mesomorphs adalah orang-orang fisik, diisi dengan daya, keberanian, dan kecenderungan tegas. Ectomorphs adalah cerdas, artistik, dan introvert, mereka memikirkan hidup dibandingkan pengkonsumsiannya. Untuk suatu masa waktu teorinya Sheldon cukup berpengaruh.



4.      Pembelajaran (proses belajar)
Adalah bagaimana kita dapat menjelaskan dan meramalkan perilaku, dan pahami bagaimana orang belajar.
Belajar adalah setiap perubahan yang relatif permanen dari perilaku individu yang terjadi sebagai hasil pengalaman.
Cronbach mengartikan “learning is shown by an change individual behaviour as a result of experiences.  Belajar juga dapat diartikan sebagai “proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu yang baru sebagai hasil dari pengalaman.
     Ciri perubahan perilaku hasil belajar adalah aktif, positif, dan berorientasi tujuan.
     Beberapa prinsip belajar adalah :
1).    Memiliki tujuan dan disadari
2).    Adanya penerimaan informasi
3).    Terjadinya proses internalisasi,  dan
4).    Perubahan bersifat relatif permanen,
      Belajar melibatkan perubahan (baik ataupun buruk)
      Perubahan harus relatif permanen
      Belajar berlangsung jika ada perubahan tindakan atau perilaku
      Beberapa bentuk pengalaman diperlukan untuk belajar. Pengalaman dapat diperoleh lewat pengalamatan langsung atau tidak langsung (membawa) atau lewat praktek.
     Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Faktor di luar individu yang mempengaruhi belajar adalah faktor non-sosial dan faktor sosial. Sedangkan faktor dalam diri individu yang mempengaruhi belajar adalah faktor fisiologis dan psikologis.




     Ada beberapa teori pembelajaran :  1.Pengkondisian klasik merupakan suatu tipe pengkondisian dimana seorang individu menanggapi beberapa rangsangan yang tidak akan selalu menghasilkan respon yang sama.                                         2.Pengkondisian operan merupakan suatu tipe pengkondisian dimana perilaku sukarela yang diinginkan menyebabkan suatu penghargaan atau mencegah suatu hukuman.
3.Pembelajaran sosial yaitu orang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung. Sering juga disebut teori pembelajaran sosial, ada proses-proses yang harus dialami didalamnya agar pembelajaran berlangsung baik, yaitu proses perhatian, proses penahanan, proses reproduksi motor, proses penguatan.




Komentar

Postingan Populer